Kesamaan derajat dalam
besosialisasi dalam masyarakat tidak telepasa dari jenis kelamin, fisik, agama,
umur, suku, ras, harta dan jabatan. Kesamaan derajat dalam bersosialisai dalam
masyarakat dapat terwujud dalam berbagai kegiatan sosial dimsyarakat seperti
mebgadakan gotong royong tidak mengenal kaya ataupun miskin, jika memiliki
kesadaran yang sama akan pentingnya kebersihan lingkungan maka semua akan
berbaur menjadi satu bergotong royong untuk membersihkan lingkungan. Kegiatan lain
tanpa mengenal derajat dalam bersosialisasi yaitu musyawarah untuk untuk
menyelesaikan permasalahan atau konflik dan kegiatan lingkungan lainnya. Berbagai
pendapat yang dikeluarkan baik pendapat anak muda maupun pendapat orang tua
yang ikut dalam musyawarah akan diterima dan didiskusikan untuk mencapai suatu
kesepakatan.
Minggu, 28 Desember 2014
Peraturan dan hukum
tentunya harus dijunjung tinggi dan ditaati yang berlaku bagi siapa saja.
Tetapi seringkali terdapat orang tidak taat terhadap peraturan dan hukum yang
berlaku. Bahkan sebuah peraturan yang kecil saja sering dilanggar oleh banyak
orang. Contohnya seperti menggunakan helm, membuang sampah pada tempatnya,
tidak kencing disembarang tempat, membuang sampah sembarangan dan lain
sebagainya.
Dengan mentaati
peraturan dan hukum yang berlaku kehidupan dalam bermasyarakatpun akan
memberikan kenyamanan serta keamanan bagi siapa saja. Semuanya itu dapat kita
mulai dari lingkungan kecil. Jika hal ini dapat kita laksanakan dengan tertib,
maka peraturan dan hukum yang lainnya pun dapat kita taati. Tekankan dalam
pendidikan sehari-hari agar mentaati apa yang kita sebut dengan peraturan/tata
tertib dan hukum. Contoh dalam menaati hukum terdapat beberapa macam antara
lain:
1. Sadar hukum
di Lingkungan Keluarga.
Selalu menjaga nama baik keluarga.
Mentaati aturan keluarga yang
berlaku.
Mendengarkan nasihat dari orang tua.
2. Sadar hukum
di Lingkungan Sekolah.
Selalu menaati peraturan yang
berlaku di Sekolah.
Disiplin belajar.
Ikut upacara bendera seminggu
sekali.
Menyebrang jalan pada tempatnya.
3. Sadar hukum
di Lingkungan Negara.
Menjaga nama baik bangsa dan Negara.
Taat dan
patuh dalam menjalankan aturan-aturan yang dikeluarkan oleh Negara.
Membayar
pajak.
Saling
hormat antar sesama warga.
Sumber:
http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=13&jd=Mentaati+Peraturan+dan+Hukum+yang+Berlaku&dn=20120824001732
Singapura dengan
kondisi geografinya sebagai negara kecil yang bertempatan diantara Indonesia
dan Malaysia ini memiliki potensial soft power (ekonomi maupun
industri) yang sangat kuat bila dibandingkan dengan negara-negara di Asia
Tenggara lainnya. Dari segi demografi atau penduduk yang berdomisili di
Singapura, mayoritas merupakan etnis Cina yang kemudian diikuti oleh etnis
Melayu. Sejarah Singapura dimulai sejak tahun 1819
yakni ketika Sir Stamford Raffles berkebangsaan Inggris yang memimpin British
East India Company datang ke wilayah ini serta mendirikan sebuah tempat
perdagangan di pulau yang menjadikan Singapura sebagai pulau komersial paling
makmur di tahun ini. Sejak itu pada tahun 1825 Singapura berkembang pesat
ditambah sejak pembukaan terusan Suez tahun 1869, Singapura muncul sebagai
negara yang sangat diperhitungkan di Asia Tenggara
Berbicara
mengenai kemajuan Singapura, aspek yang menarik tentang negara ini adalah
karakter budaya penduduknya yang kosmopolitan, hal ini menjadi keuntungan
tersendiri bagi Singapura. Sebagai negara yang populer akan komersialnya yang
dibangun oleh Raffles, para imigran banyak datang dan membawa budaya, bahasa,
adat istiadat, serta kebiasaan mereka ke Singapura. Perkawinan silang dan
perpaduan budaya turut berperan dalam mempengaruhi keragaman budaya yang
kemudian berbentuk kedalam masyarakat Singapura dari berbagi aspek, sehingga
menjadikan warisan budaya yang beragam dan dinamis. Sebagian besar kaum Melayu
Singapura adalah Muslim Sunni yang memeluk Islam sebagai agama mereka, salah
satu peninggalan budaya mereka yakni Masjid Jamae Chulia yakni dengan gaya
arsitektur eklektik serta gerbang masuk yang bergaya India Selatan dan kedua
ruang salatnya bergaya neo-klasik. Singapura
merupakan negara dengan jumlah penduduk terpadat di kawasan Asia Tenggara yang
terdiri atas multietnis (Melayu, Cina, India, dan Eropa). Tata kehidupan
masyarakatnya merupakan perpaduan antara budaya Timur dan budaya Barat. Kondisi
ekonomi yang sangat maju menjadikan negara ini mampu memberikan standar upah
buruh tertinggi di Asia Tenggara.
Sumber:
http://devi-anggraini-fisip12.web.unair.ac.id/artikel_detail-97758-MBP%20ASIA%20TENGGARA-POSISI%20SOSIAL,%20POLITIK,%20DAN%20EKONOMI%20SINGAPURA.html
Sebelum Indonesia merdeka,
Yogyakarta merupakan daerah yang mempunyai pemerintahan sendiri atau disebut Zelfbestuurlandschappen/Daerah
Swapraja, Berdirinya Kota Yogyakarta berawal dari adanya
Perjanjian Gianti pada Tanggal 13 Februari 1755 yang ditandatangani Kompeni
Belanda di bawah tanda tangan Gubernur Nicholas Hartingh atas nama Gubernur
Jendral Jacob Mossel.
Isi Perjanjian Gianti :
Negara Mataram dibagi dua : Setengah masih menjadi Hak Kerajaan Surakarta, setengah lagi menjadi Hak
Pangeran Mangkubumi. Dalam perjanjian itu pula Pengeran Mangkubumi diakui
menjadi Raja tas setengah daerah Pedalaman Kerajaan Jawa dengan Gelar Sultan
Hamengku Buwono Senopati Ing Alega Abdul Rachman Sayidin Panatagama
Khalifatullah. Sedangkan Kadipaten Pakualaman didirikan oleh Pangeran
Notokusumo yang bergelar Adipati Paku Alam I pada tahun 1813. Pemerintah Hindia
Belanda mengakui Kasultanan dan Pakualaman sebagai kerajaan dengan hak mengatur
rumah tangganya sendiri yang dinyatakan dalam kontrak politik. Kontrak politik
yang terakhir Kasultanan tercantum dalam Staatsblaad
1941 Nomor 47, sedangkan kontrak politik Pakualaman dalam Staatsblaad 1941 Nomor 577.
Eksistensi kedua kerajaan tersebut telah mendapat pengakuan dari dunia
internasional, baik pada masa penjajahan Belanda,
Inggris,
maupun Jepang.
Ketika Jepang meninggalkan Indonesia, kedua kerajaan tersebut telah siap
menjadi sebuah negara sendiri yang merdeka, lengkap dengan sistem
pemerintahannya (susunan asli), wilayah dan penduduknya.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik
Indonesia (RI), Sri Sultan
Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam
VIII menyatakan kepada Presiden RI, bahwa Daerah Kasultanan Yogyakarta
dan Daerah Pakualaman menjadi wilayah Negara RI, bergabung menjadi satu
kesatuan yang dinyatakan sebagai Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Sri Sultan
Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII sebagai Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah bertanggung jawab langsung kepada Presiden RI.
Dalam perjalanan sejarah selanjutnya kedudukan DIY
sebagai Daerah Otonom setingkat Provinsi sesuai dengan
maksud pasal 18 Undang-undang
Dasar 1945 (sebelum perubahan) diatur dengan Undang-undang
Nomor 22 Tahun 1948 tentang Undang-undang Pokok Pemerintahan Daerah.
Sebagai tindak lanjutnya kemudian Daerah Istimewa Yogyakarta dibentuk dengan Undang-undang
Nomor 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta
Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1950 sebagaimana telah diubah dan ditambah
terakhir dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1955 (Lembaran Negara Tahun 1959
Nomor 71, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1819) yang sampai saat ini masih
berlaku. Dalam undang-undang tersebut dinyatakan DIY meliputi Daerah Kasultanan
Ngayogyakarta Hadiningrat dan Daerah Kadipaten Pakualaman. Pada setiap
undang-undang yang mengatur Pemerintahan Daerah, dinyatakan keistimewaan DIY
tetap diakui, sebagaimana dinyatakan terakhir dalam Undang-undang Nomor 32
Tahun 2004.
Dalam sejarah perjuangan
mempertahankan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), DIY mempunyai
peranan yang penting. Terbukti pada tanggal 4 Januari
1946 sampai dengan tanggal
27 Desember
1949 pernah
dijadikan sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia. Tanggal 4 Januari
inilah yang kemudian ditetapkan menjadi hari Yogyakarta Kota Republik pada
tahun 2010.
Pada saat ini Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat
dipimpin oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X dan Kadipaten Pakualaman dipimpin oleh Sri Paku Alam
IX, yang sekaligus menjabat sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DIY.
Keduanya memainkan peran yang menentukan dalam memelihara nilai-nilai budaya
dan adat istiadat Jawa
dan merupakan pemersatu masyarakat Yogyakarta.
Sebutan Yogyakarta sebagai kota
pariwisata menggambarkan potenssi Propinsi ini dalam kacamata kepariwisataan.
Yogyakarta adalah daerah tujuan wisata terbesar kedua setelah Bali. Berbagai
jenis obyek wisata dikembangkan di wilayah ini, seperti wisata alam, wisata
sejarah, wisata budaya, wisata pendidikan, bahkan, yang terbaru, wisata malam.
Predikat sebagai kota pelajar berkaitan dengan sejarah dan peran kota ini dalam
dunia pendidikan di Indonesia. Di samping adanya berbagai pendidikan di setiap
jenjang pendidikan tersedia di Propinsi ini, di Yogyakarta terdapat banyak
mahasiswa dan pelajar dari 33 Propinsi (dulunya 34 Propinsi sebelum Timor Timur
keluar dari negara kesatuan Indonesia) di Yogyakarta. Tidak berlebihan bila
Yogyakarta disebut sebagai miniatur Indonesia.
Sumber:
http://id.wikipedia.org/wiki/Daerah_Istimewa_Yogyakarta
Langganan:
Postingan (Atom)